Teguran

Teguran
Liturgi 6 September 2020
Yeh 33:7-9
Roma 13:8-10
Matius 18:15-20

Kalau Allah berfirman kepada orang jahat: 
Hai orang jahat, engkau pasti mati!
 — dan engkau tidak berkata apa-apa 
     untuk memperingatkan orang jahat itu
     supaya bertobat dari hidupnya, 
 orang jahat itu akan mati 
 dalam kesalahannya, 
     tetapi Aku akan menuntut 
     pertanggungan jawab atas nyawanya 
    dari padamu. 
(Yehezkiel 33:8)

Teguran kerapkali disalah artikan atau disalah mengerti. 
Dalam Yehezkiel 33:8, 
Allah berkata  "hai orang jahat, engkau pasti mati"
Ketika ayat ini dicomot keluar begitu saja
Maka akan banyak dari kita, mengira bahwa Allah sedang menghukum orang jahat, bahkan hukuman mati. 
Dan tentu akan mempengaruhi pandangan kita tentang Allah bahwa Allah sepertinya menginginkan kematian orang jahat, 
Namun ketika kita mau membaca kalimat dan ayat selanjutnya, Kita dapat menemukan satu hal yang indah tentang kerahiman Allah,
Allah menantikan pertobatan setiap manusia.
Allah menegur ciptaanNya dengan berbagai cara ketika ada yang berbuat jahat dan kematian seorang yang jahat adalah akibat kesalahannya sendiri. 
Bahkan Allah seakan akan memaksa kita semua ikut saling bertanggung jawab atas satu dengan yang lainnya. 
Yakni dengan cara memberi peringatan atau teguran bila ada sesama kita yang berbuat salah atau jahat. 

Menegur dan ditegur menjadi cara bagi kita untuk saling menasehati atas dasar Allah yang maharahim. 
Bukan karena untuk sebuah hukuman
Bukan pula karena kita kesal atau membenci namun hanya karena kasih Allah semata. 
Sang Guru mempertegas dalam pengajarannya bahwa teguran hendaknya dipandang sebagai sebuah nasehat agar kita dapat mengerti dan menyadari kesalahan kita.

Kerapkali kita justru karena merasa diri benar memandang tegoran atau nasehat ini sebagai sebuah hukuman atau tuduhan, 
Kita tidak menerimanya dan tersinggung dengan teguran yang ditujukan kepada kita
Kita menolak tegoran karena kita berpikiran sempit,  kita menilai teguran ini hanya dari sudut pemikiran dan ego kita saja. 
Kita menolak dan mengeraskan hati akan kebenaran yang ada, 
Kita justru membenarkan kesalahan kita dan memaksakan diri untuk sebuah kebodohan yang terus menerus. 

Dalam Amsal 21:2 dikatakan
"Setiap jalan orang adalah 
lurus menurut pandangannya sendiri, 
tetapi TUHANlah yang menguji hati."

Kita tidak bisa mengambil sepotong kata atau sepenggal kalimat ataupun secuplikan peristiwa yang terjadi untuk dapat mencerna secara keseluruhan maksud dari sebuah teguran dan nasehat. 
Terkadang ada maksud baik yang tersirat dari sebuah teguran yang kita tidak menyadarinya karena kita sudah menolak teguran tersebut dan menganggapnya sebuah hal yang buruk bagi kita. 
Perlu sikap rendah hati dalam menerima teguran dan memberi teguran. 
Perlu sikap yang bijaksana agar dapat melihat situasi yang terjadi dengan sudut pandang yang luas. 
Perlu semangat pertobatan agar dapat menerima kesalahan yang terjadi,
Tanpa semangat pertobatan, kita akan jatuh dalam sebuah keangkuhan diri. 
Tanpa semangat pertobatan, kita akan sulit untuk dapat menerima teguran.


Fiat Lux




Komentar

  1. Sungguh luar biasa renungan ini, menjadi kita diperkaya dan diteguhkan. Bagaimana kita sebagai murid Kristus sang sumber Kerahiman Ilahi, yang mengajarkan sikap "rendah hati" dalam memberi dan menerima teguran satu sama lain. Karena yang sering terjadi teguran yang kita lontarkan, bukan dengan bijaksana dan kasih, tetapi lebih kepada "emosional dan ego" sehingga menimbulkan gesekan sebuah relasi yang pada akhirnya terjadi kerenggangan satu sama lain.
    Tuhan Memberkati😇🙏

    BalasHapus

Posting Komentar